SHout






Bila hati terluka

Assalamualaikum...dan Hai..haha -_-" cewahh...lama dah  x update entry nie rasa cam janggal lah plak...huhu
okay2...entry kali nie tak tau lah pasal apa...tp baca jer lah..hehe

*Ketika hati seorang muslimah terluka, 
ia akan menghapus air mata nya dengan imannya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
ia akan menguatkan hatinya dengan ilmunya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
hati-hari nya akan ia penuhi dengan semangat perubahan lebih baik pada dirinya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
ia menari dalam do’a permohonan ampunnya terhadap Tuhannya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
wajah kusutnya tetap terlihat indah bagi dunia

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
bibir merahnya menyimpulkan senyuman untuk hidupnya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
matanya basah oleh lembutnya hatinya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
dunia nya terasa akan berlanjut dan ia harus tegar

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
jiwa lembutnya sampaikan ketenangan pada hati kecilnya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
akal dan hatinya hadir untuk menanti kesadarannya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
tangannya ia pergunakan seperti kebiasaannya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
tak akan ada perubahan dalam dirinya oleh hal-hal yang tidak berguna

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
ia gunakan kesadarannya tuk menjaga perasaan orang sekitarnya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
air matanya dijadikan do’a untuk keselamatan orang yang melukainya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
jari-jemarinya bergerak untuk tetap menolong orang lain tanpa beban di hatinya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
hidupnya tetap menjadi kebahagiaan bagi orang sekitarnya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
jalan panjang didepan matanya tetap diharunginya

*Ketika hati seorang muslimah terluka,
kepercayaan dirinya tetap tak akan luluh


♥ Ketika hati seorang muslimah terluka, ia dan dirinya

= TETAP MENJADI MUSLIMAH…

=TETAP MENJADI WANITA SOLEHAH…

=TETAP MENJADI WANITA YANG TERHORMAT…

=TETAP MENJADI HAMBA ALLAH YANG MAHA AGUNG…




" Yaa Rabbi sudilah pandang daku ,Terangi jalan gelap ini, Jangan biarkan daku terus sendiri, Mencari mendaki jalan berduri… "


ALLAH the best Planner

Satu hal yg tak Saya suka tentang CINTA: semakin saya menyangkalnya, semakin dia membuat diri ini jatuh cinta. Yes? Cintai BAHAGIA karena dia membuatmu ceria, tapi cintai juga SEDIH karena dia membuatmu dewasa.. Ada banyak cinta yang coba kita perjuangkan, tapi hanya ada satu yang pantas kita pertahankan. Jika kamu terus memfokuskan dirimu pada apa yang tertinggal di masa lalu, kamu tak akan pernah bisa melihat apa yang ada di depanmu. Mungkin sya tidak bisa menjadi cantik fisik seperti apa yang kamu mau. Tetapi aku mempunyai kecantikan lain yang tidak sya tunjukan .
Menangis lah untuk sesaat. Tertawalah untuk selamanya icon smile

 Kata Kata Indah Jangan sesali apa yang sudah pergi. Jgn tangisi apa yang sudah tiada. Tetapi bangkitlah dan bina kembali apa yang telah hilang dan pergi. Dalam kepala kaum wanita ada kekurangan, tetapi dalam hati mereka ada kelebihan. Kita selalu lupa atau jarang ingat apa yang kita miliki, tetapi kita sering kali ingat apa yang orang lain miliki. 

Kalaulah anda tidak mampu untuk menggembirakan orang lain, janganlah pula anda menambah dukanya. Cara terbaik menghukum orang yang telah melakukan kesalahan terhadap kita ialah dengan berbuat baik kepadanya. Kegagalan ialah satu-satunya hal yang dapat diraih tanpa pengerahan tenaga sedikit pun. 

Kalian mungkin mengenal diri ini, tapi kalian tidak memahami diri ini sepenuhnya
Anda akan mempunyai banyak teman jika anda meminati mereka dan bukannya coba membuat mereka meminati anda Kecantikan yang abadi terletak pada keelokkan adab dan ketinggian ilmu seseorang, bukan terletak pada wajah dan pakaiannya. Kesempatan yang kecil seringkali merupakan permulaan kepada usaha yang besar. Jadilah cahaya suram yang kekal abadi sinarannya dan elakkan daripada menjadi cahaya terang yang bersifat seketika cuma. 

Air mata wanita adalah senjata yang membuahkan kemenangan. Sahabat sejati umpama pohon rindang tempat kita berteduh. Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu. Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita. Terkadang, bukan kenangan buruk yang membuatmu bersedih, tapi kenangan indah yang kamu tahu, tak akan terulang kembali. Bahagia sempurna adalah ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa menyakiti perasaan orang lain Apa yg seharusnya kamu cintai, tautkan.. apa yang seharusnya kamu lepaskan, berikan! ikhlaskan! Cinta dan keajaiban memiliki persamaan besar. Keduanya memperkaya jiwa dan mencerahkan hati Masa lalu, jika kamu trlalu larut, brarti kamu menyia-nyiakan masa kini dan masa depan mu, Be grateful, n enjoy ur life.

 Pikirkan orang yang peduli tentang kamu. Jangan pikirkan orang yang tidak mempedulikan kamu. Itu hanya sia-sia .
Ada 3 Hal dlm dunia yg tdk pernah pasti: 
(1)Kekayaan 
(2)Hidup 
(3)Mimpi
 Ada 3 hal yg membuat kita sukses: 
(1)Kerja keras 
(2)Kemauan 
(3)Fokus Bebaskan dirimu dari rasa-rasa sakit yang sebenarnya tidak perlu, hanya dibuat-buat oleh perasaan saja 
Ada 3 hal utk menjaga suatu hubungan tetap awet: 
(1)Kejujuran 
(2)Komitmen
 (3)Pengertian 
Ada 3 Hal yang paling berharga: 
(1)Kasih Sayang
 (2)Keluarga 
(3)Teman Ada 
3 Hal yang tidak boleh hilang: 
(1)Harapan 
(2)Keikhlasan
 (3)Semangat 
Ada 3 Hal yang dapat menghancurkan hidup seseorang: 
(1)Keegoisan
 (2)Memanfaatkan orang
 (3)Mempermainkan/menggantungkan perasaan seseorang 

Menghindari masalah yg harus kamu hadapi itu seperti menghindari kehidupan yg harus kamu jalani. Terkadang kamu harus DIAM, menerima bahwa kamu berbuat SALAH. Bukan karena MENYERAH, tapi karena kamu DEWASA. Sebagian besar orang tak tahu bagaimana BERBAGI karena mereka tak pernah mengerti mengapa orang MEMBERI. Jangan pernah menyesal setelah Anda mengungkapkan suatu perasaan. Karena jika demikian, Anda sama saja menyesali kebenaran Kamu tak akan pernah bisa mewujudkan impianmu jika kamu terlalu sibuk melihat siapa saja yg memperhatikanmu. 

Dalam hidup ini, jika kamu tak mau membantu sesama maka kamu tak benar-benar hidup, kamu hanya bernafas. Apapun yg kamu lakukan, kamu pasti akan mengecewakan seseorang, tapi kamu bisa pastikan bahwa kamu tak mengecewakan orang yang salah. Terlalu fokus pada satu hal membuatmu tak dapat melihat hal lain yang mungkin lebih baik daripada satu hal itu. Kamu tak akan sukses jika tak pernah gagal, tak akan bahagia jika tak sedih, dan tak temukan cinta sejati jika tak patah hati. Ketika hidup tampak menjatuhkan, percayalah Tuhan tlah menyiapkan sesuatu yang baik yang tak pernah kamu tahu sesudahnya Jangan menyalahkan apapun atas keinginan kamu yg tak terwujud. Daripada menunggu, lebih baik kamu berusaha mewujudkannya. Kamu tak akan pernah bisa membahagiakan semua orang, dan jika kamu memaksakan diri, kamu hanya mendapati dirimu yg tak bahagia. Jujurlah tentang perasaanmu, utarakan apa yg kamu rasa. Kerana memendam perasaan lebih menyakitkan daripada penolakan....


COKLAT!!



Terkebil-kebil mataku membaca pamphlet yang baru sahaja aku temui di atas jalan yang kulalui tadi. Dan perlahan aku menelan air liurku. Gambar sebiji coklat yang berbentuk hati itu kelihatan seperti sangat comel dan sangat lazat. Serius! Itu adalah coklat paling menarik pernah aku nampak selama aku menjadi penggemar fanatik coklat.

Okey, ini tidak boleh jadi. Aku harus tidak! Aku WAJIB belajar macam mana untuk membuat coklat ini. Aku mesti dapatkan rahsia di sebalik coklat itu yang seperti memanggil-manggilku untuk aku jamahnya, untuk aku masukkannya ke dalam mulut dan kemudian menikmati saat-saat ia cair di dalam mulutku. Oh, heaven!!

Pamphlet di tangan kugenggam erat-erat seraya melajukan langkah ke arah Chocolaterie's Lounge yang gagah tersergam di hadapanku. Sebaik sahaja tiba di muka pintu, pantas sahaja tanganku menolaknya. Bunyi loceng bergema perlahan namun langsung tidak aku hiraukan.

Pandangan mataku tertancap pada belakang seorang lelaki yang kelihatan seperti sedang memasukkan sesuatu ke dalam beg. Seketika kemudian lelaki itu berpaling. Dan saat itu juga aku tergamam.

Lelaki itu .lelaki itu seperti coklat! Oh..tidak! Tidak!! Maksudku dia punya bau coklat yang kuat. Seakan-akan bau coklat itu dihasilkan dari tubuhnya. Dan aku .aku gemar bau itu.

`Isy, apa kamu fikir ni, Hanis? Merepek betul! Mana ada orang keluarkan bau coklat.'

"Yes??" soal lelaki itu dengan kening yang sedikit terangkat.

Aku tersentak sejenak sebelum aku cepat-cepat menghulurkan pamphlet yang sedari tadi berada di tanganku. "Saya nak join kelas ni."

Lelaki itu mengerling sekilas pada pamphlet tersebut sebelum akhirnya menjawab dengan tegas. "Kelas ni dah ditutup. I'm not teaching anymore."

Terkelip-kelip mataku cuba menganalisa kata-katanya tadi.

"Huh?"

Lelaki itu tersenyum kecil seraya mengambil pamphlet dari tanganku dan meletakkannya di meja yang berhampiran. "Saya takkan mengajar lagi."

"Mana boleh!" Tanpa sedar aku terjerit. Sedikit tersentak lelaki itu dengan tindakan luar kawalanku.

Spontan aku menggigit bibir. Ingin sahaja aku mengetuk kepala sendiri. Okey, kamu Cik Hanis Nadiah, tolong behave sikit, boleh tak?

"Saya minta maaf, cik. Tapi kelas ni memang dah ditutup," ujar lelaki itu setelah beberapa saat kelihatan terperanjat dengan perangai anehku yang enak-enak sahaja menjerit begitu tadi.

"Tapi, kat dalam pamphlet ni tak ada pun tulis, kelas dah ditutup.." bidasku kembali dengan nada yang sedikit berbaur tidak puas hati.

Lelaki itu tersenyum nipis dan menggelengkan kepala. Sedang mentertawakan aku dalam diam, mungkin. Tapi, aku tidak peduli. Yang penting sekarang adalah coklat itu. Ya, coklat yang yummy itu

"Memang, tapi saya ada hal penting yang perlu diuruskan. So kelas terpaksa ditutup dan sekarang cik boleh keluar." Lelaki itu membalas seraya memalingkan tubuh.

"Jangan! Encik tak boleh pergi!!" Tanpa sedar, sekali lagi aku terjerit.

Lelaki itu terkaku seketika sebelum menoleh dengan wajah yang kelihatan sedikit aneh. Seperti nakal! Pantas aku mengerutkan dahi. Lelaki ini kenapa?

"Cik nak saya tanggalkan baju kat sini ke?" soal lelaki itu tiba-tiba.

Errk?? Apa jenis soalan ni? Apa kena-mengena kelas nak buat coklat dengan tanggalkan baju? Lelaki ini lelaki ini penjahat, ke? Oh, tidak!!!

"Errr, encik kenapa kenapa tanya macam tu?" tanyaku, takut-takut.

Meletus ketawa kecil lelaki itu. Kemudian dia menghalakan bebola matanya ke bawah. Aku turut sama mengikut pergerakan matanya. Dan

"Oh, mak!" Aku terjerit lagi. Tanganku elok sahaja memegang hujung baju kemejanya. Seakan-akan menariknya agar tidak boleh meninggalkanku. Serta-merta aku melepaskan tangan dan mengangkat kedua-dua tangan itu ke atas, penuh dengan lagak seorang pesalah yang baru sahaja disergah polis.

"Err err..sorry." Dengan pipi yang kurasakan seakan membahang, aku memohon maaf. Ya Allah, malunya!

Tanpa disangka-sangka lelaki itu tiba-tiba sahaja memusing tubuhnya dan menapak mendekatiku. Sedikit demi sedikit dengan wajah bersahaja yang kelihatan aneh lagi pelik. Aku apalagi? Terus sahaja berundur ke belakang dan akhirnya melekat di kaunter. Tiada tempat lagi untuk lari.

Lelaki itu pula semakin mendekati dan tiba-tiba meletakkan tangannya di sebelah kiri dan kanan kaunter, memerangkap aku dengan tubuh tegapnya.

"Err encik encik " Tersekat-sekat suara yang keluar daripada kerongkongku.

Lelaki itu menundukkan kepalanya sedikit dan bersuara perlahan.

"Marry me."

Membuntang mataku. Dia dia baru sahaja mengajakku kahwin? Ehhhhhh???

"Huh?" Dan hanya itu sahaja yang mampu kututurkan. Sungguh! Aku terkejut!

Terbit senyuman nakal di bibir lelaki itu.

"Marry me and I'll teach you how to make chocolate."

Terkebil-kebil mataku menatap wajah lelaki itu. Kahwin coklat coklat kahwin Eh, mamat ni ingat aku dah terlampau terdesak sangat ke sampai sanggup kahwin dengan dia semata-mata kerana coklat?

Tanpa sedar, laju sahaja tanganku menolak tubuh lelaki itu. Sedikit tersorong ke belakang lelaki itu dengan tindakan luar dugaanku.

"Encik ingat saya ni apa? Saya bukan gila nak kahwin dengan encik sebab macam tu. Saya bukannya kenal encik pun!" marahku penuh kegeraman.

Lelaki itu mengjungkit bahu.

"Well, it's just a suggestion. Macam saya cakap tadi, saya kena uruskan hal penting. And that perkara penting adalah hal kahwin saya. Parents saya nak saya kahwin sebelum umur saya genap tiga puluh tahun, which means lagi sebulan. And the problem is saya tak ada calon isteri pun. Tadi saya ingat nak balik kampung untuk pujuk parents saya. Tapi now, you're here. So maybe perkahwinan ni boleh diteruskan." Panjang lebar penjelasannya. Sungguh bersahaja.

Melihat betapa selambanya dia menuturkan kata, dapat aku rasakan perasaan geram yang semakin membuak-buak dalam diri. Dia ni ingat aku ni apa? Perempuan tak ada maruah yang boleh diajak kahwin kerana alasan yang remeh macam tu? Memang nak kena pelangkung betul mamat ni!

"But of course, itu bukan kahwin kontrak ke kahwin olok-olok ke. It's a real marriage. Sebab mungkin " Kata-katanya terhenti saat dia menghalakan pandangan tepat ke arahku, dengan pandangan yang sukar kumengertikan.

"Cik adalah jodoh yang Allah hantar pada saya."

Aku terkedu. Terpana. Terkesima. Tubuhku terasa keras tiba-tiba. Hilang sudah perasaan geram dan marahku padanya tadi. Yang tersisa kini cuma perasaan tergamam yang terlampau. Dan juga perasaan segan yang tiba-tiba menggebu dalam diri. Aduh, apa dah jadi ni?

Aku tersengih dan kemudian pura-pura ketawa. "Hahaha Encik ni janganlah buat lawak macam ni."

"Siapa cakap saya buat lawak?" Lelaki itu membidas kembali. "Saya selalu percaya pada jodoh. Saya yakin bila tiba masanya, Allah akan hadirkan seseorang untuk jadi teman saya, isteri saya. Sekarang waktu saya tengah buntu tentang soal perkahwinan ni, cik muncul depan mata saya. So, yeah maybe you're the one for me."

Yakin sekali lelaki itu berkata-kata. Seakan tiada langsung riak ragu-ragu. Aku menelan air liur yang tiba-tiba terasa kelat. Apa semua ni? Aku tahulah aku ni single and available lagi, aku pun percayakan pada jodoh tapi, takkanlah macam ni caranya aku jumpa jodoh aku? Dengan orang yang aku langsung tak kenal?

"Tapi..tapi saya tak kenal encik, encik pun tak kenal saya." Aku akhirnya menjawab, seakan memberikan alasan agar dia menarik balik kata-katanya tadi.

Lelaki itu tersenyum tiba-tiba. "Waktu parents saya kahwin pun, diorang tak kenal diri masing-masing. Lagipun, lepas kahwin kan kita boleh berkenalan lebih lanjut. Saya akan cuba mengenali isteri saya, dan cik boleh cuba mengenali suami cik."

Lidahku kelu tanpa kata. Aku isteri dia? Dan dia suami aku? Ala, lembut sungguh nada dia berbicara. Aku pula yang terasa berdebar tiba-tiba.

"So, my future wife apa nama awak?" soal lelaki itu tiba-tiba.

Aku tergamam buat seketika. Dan entah kenapa laju pula lidahku menjawab. "Hanis Nadiah."

Terbit senyuman di bibir bakal suamiku errk, alamak..kenapa aku boleh mengaku dia bakal suamiku?

"And your future husband is Alif Rifqi."


****

Okey, aku memang tidak betul. Aku kena masukkan diriku dalam Hospital Tanjung Rambutan, atau tak pun Hospital Tampoi. Macam mana aku boleh bersetuju dengan keputusan lelaki itu Alif Rifqi?


Ya, aku Hanis Nadiah baru sahaja menerima pinangan Rifqi. Tadi sewaktu ibu bapanya tiba ke rumah dan kemudian meminang bunga di taman iaitu aku, bersahaja sungguh aku bersetuju untuk menerima lelaki itu saat abah dan umi menyoal.

Dan yang lagi haru perkahwinan kami akan diadakan dua minggu lagi, serentak dengan ulang tahun Rifqi yang ke tiga puluh. Apa aku buat ni?? Aku cuma nak belajar macam mana nak buat coklat paling sedap kenapa pula boleh sampai ke tahap kahwin ni?

Umi, tolong Hanis, umi!!!

"Hanis, kenapa tak dijawab telefon tu?" Tiba-tiba suara umi hinggap di telinga.

Pantas aku menoleh ke arah umi yang tercegat di hadapan muka pintu. Umi dengar aku panggil dia ke tadi? Wah, hebatlah umi boleh dengar panggilan hati aku.

"Ya Allah, budak ni kenapa duk terkebil-kebil lagi tu? Takkan tak dengar bunyi telefon kamu tu?" tempelak umi tiba-tiba. Tersentak aku dibuatnya.

Segera aku mengalihkan pandangan ke arah telefon bimbit yang elok terletak di atas meja solek. Yang sedang riang mengalunkan ringtone �All the love in the world' nyanyian The Corrs. Aku tersengih pada umi sebelum cepat-cepat mengambil telefon itu.

Melalui hujung mata, dapat kulihat umi yang menggelengkan kepala sebelum berlalu pergi. Pasti dia merasakan anak daranya yang seorang ini sudah terserlah tahap tidak betulnya.

"Helo," ujarku pada si pemanggil. Tidak bersemangat langsung.

"Helo, sayang "

Oh, mak! Siapa pula yang bersayang-sayang dengan aku ni?

"Siapa sayang awak?" marahku. Geram!

Jelas kedengaran bunyi ketawa lelaki di sebelah sana. Apa mamat ni gelak-gelak pula? Dia pun sama macam aku? Sudah tidak betul? Putus urat kat otak? Gila?

"Sayang ni takkanlah dah lupa saya kut. Tadi baru je jumpa parents saya," jawab lelaki itu di sebalik sisa tawanya.

Aku mengerutkan dahi. Jumpa parents dia? Aku cuma jumpa Ya Allah! Rifqi! Dia ni Rifqi.

"Err..Rifqi " balasku perlahan. Tangan kiriku sudah mula menggaru-garu kepala yang tidak gatal.

"Haaa, tahu pun! Kenal pun bakal suami sendiri, kan?" sergah Rifqi dalam nada bergurau.

Spontan aku memuncungkan bibir. Dia ni pun agak-agaklah, takkanlah aku tak kenal bakal suami sendiri kut. Walaupun bakal suami itu bukanlah lelaki yang sangat kukenali, apatah lagi kucintai. Hmmm mampu ke aku jatuh cinta dengan dia ni nanti?

Pantas aku mengetuk kepala. Apa yang aku fikir ni? Cinta? Rifqi sendiri pun tidak pernah bercakap pasal cinta, kenapa pula aku yang fikir lebih-lebih?

"Hanis " panggilnya tiba-tiba. Lembut.

"Hmm.." jawabku, sekadar berbasi-basi.

"Thanks, tau."

Dahiku membentuk kerutan lagi. "Untuk apa?"

Terdengar di hujung telingaku helaan nafas Rifqi. Lelaki ini kenapa? Seperti tiba-tiba sahaja serius dan bermasalah? Isy, risau aku!

"Sebab sudi terima pinangan parents saya tadi."

Aku tergelak kecil. Rifqi Rifqi, sudah saya janji dengan awak, apa yang dirisaukan lagi? Ya, memang apa yang jadi antara kami sangatlah pelik bin ajaib dan aku sendiri pun sudah merasakan yang aku ini gila, tetapi aku bukan jenis manusia yang akan memungkiri janji sesuka hati saja.

"Kenapa awak gelak? Saya serius ni," ucap Rifqi, sedikit menempelak. Nampak sangat tidak berpuas hati denganku. Isy, bakal suamiku ini kuat merajuk juga rupa-rupanya.

"Awak ni kan saya dah janji dengan awak yang saya akan setuju? Kenapa? Awak ingat saya ubah fikiran, ke?" balasku bersahaja.

"Well awak kan setuju nak kahwin dengan saya sebab kelas coklat tu? Manalah saya tahu, kalau-kalau awak jumpa chocolaterie lain yang boleh ajar awak."

Aku terdiam. Entah kenapa, nada suara Rifqi kedengaran jauh sekali. Seakan menyimpan suatu rasa dalam suara itu. Perlahan aku menghela nafas. Otakku ligat memikirkan jawapan yang sepatutnya aku berikan. Jawapan yang boleh menyenangkan hatinya.

Okey, kenapa aku boleh fikir pasal hati dia pula ni? Tadi cinta sekarang hati? Apa dah jadi pada aku ni???

"Hanis, awak dengar tak ni?"

Tersentak aku mendengarkan suaranya yang sedikit kuat. Isy, tak reti-reti nak sabar ke cik abang oi? Saya tengah fikir macam mana nak senangkan hati awak ni.

"Rifqi, pasal kelas tu memang betul. Saya setuju sebab saya nak belajar buat coklat daripada awak. Tapi "

Kata-kataku terhenti. Tapi apa, ya? Kenapa aku boleh selamba saja bersetuju dengan kerja gila ni?

"Tapi apa, Hanis?"

"Tapi err, tapi maybe betul kut saya ni untuk awak!"

Fuh, terjawab juga akhirnya. Tapi apa aku jawab tadi? Saya untuk awak? I'm meant for you? Oh, my...malu kot!!!

Rifqi tertawa. Riang sekali. Sukalah tu sebab aku dah terlepas cakap macam tu.

"Awak tahu, Hanis bila kita dah kahwin nanti, saya akan ajar awak buat sejenis coklat paling special." Rifqi bersuara setelah tawanya mati.

"Coklat apa?" soalku penuh dengan perasaan teruja. Oh, akulah peminat fanatik coklat nombor satu di dunia ni!

"Coklat cinta," bisik Rifqi perlahan dan penuh kelembutan sebelum dia tiba-tiba sahaja mematikan telefon.

Mataku membuntang. Tubuhku pula seperti kaku. Rifqi cakap apa tadi. Coklat cinta?


*****

"Rapat lagi..rapat lagi.."


Spontan aku menjeling ke arah jurugambar yang sedang menggerak-gerakkan tangannya sambil mulut terkumat-kamit meminta aku dan Rifqi lebih rapat. Dia ni kan nak rapat macam mana lagi? Aku dah dekat sangat dengan lelaki di sebelahku ini.


Tiba-tiba aku dapat merasakan tangan Rifqi yang melekat di pinggangku. Pantas aku menoleh ke arahnya dengan mata yang sedikit membulat. Lelaki itu hanya tersengih, mengangkat kening dan kemudian


"Oh, mak!" Aku terjerit saat dia selamba sahaja menarik pinggangku ke arahnya. Sedar-sedar sahaja wajahku sudah pun tersembam ke arah dadanya. Aduh, sakitnya kepala aku!

Pantas aku mengangkat wajah dan alamak, dia tengah tenung aku. Perlahan aku menelan air liur. Dadaku mula berkocak hebat. Oh, wahai jantung tolonglah jangan jadi macam ni.

"Wah, bagus-bagus macam nilah yang kita nak. Okey, stay macam tu " Suara jurugambar tadi tiba-tiba singgah di hujung telinga.

Cepat-cepat aku cuba menjarakkan tubuh. Malu!



"Shhh jangan bergerak. Kan abang tu baru je pesan?" bisik Rifqi tiba-tiba. Senyuman lebar tersungging di bibir nipisnya.



"Tapi "



"Hanis sayang jangan bergerak, okey?" tegas Rifqi sekali lagi. Matanya merenungku dengan pandangan yang sungguh lunak. Alahai, ini yang aku lemah ni janganlah tengok saya macam tu, Encik Alif Rifqi oi ..



"Yalah..yalah, saya duk diam-diam. Saya ikut cakap abang photographer," ucapku akhirnya.



Makin lebar senyuman Rifqi.



"Good girl Puan Hanis "



Aku menjeling ke arah Rifqi dan kemudian, tanpa dapat ditahan-tahan bibirku menguntum senyuman. Ya, dia sudah sah sebagai suamiku.



"Okey, stay macam tu ."



"Okey, kacau perlahan-lahan "



Aku mengerling ke bahu kananku. Elok sahaja dagu Rifqi mendarat di situ. Tangan kirinya kemas memeluk pinggangku dari belakang. Tangan kanannya pula enak-enak sahaja memegang tanganku yang sedang mengacau coklat di dalam periuk. Eh, suami aku seorang ni macam mana aku nak masak coklat ni kalau dia asyik menempel macam ni?



"Rifqi "



"Abang."



Memuncung bibirku mendengar kata-katanya tadi. Dia ni tak habis-habis cuba mengajar aku memanggilnya �abang'. Sejak hari pertama kami berkahwin. Tetapi mulutku ini susah benar untuk membiasakan diri dengan panggilan itu. Nak buat macam mana, kan? Kami berkahwin ni pun sudah ala-ala express aje. Manalah mudah untuk aku terbiasa dengan perkara-perkara yang berkaitan dengan perkahwinan dan suami, bukan?



"La, dia menyudu pulak dah. Tengok mulut tu isy, ada pulak yang kena kiss tengah-tengah dapur ni." Selamba Rifqi bersuara. Wajahnya ditoleh sedikit ke arah mukaku yang hanya beberapa inci jauhnya daripada mukanya sendiri.



Spontan aku menggoyangkan bahu kanan. Terangkat dagu Rifqi dengan tindakanku itu.



"Aduh, sakitlah dagu abang!" Rifqi mengaduh, sedikit kuat.



Aku tersenyum puas sambil menayangkan riak selamba.



"Siapa suruh cakap macam tu? Kan dah kena penangan padu saya." Aku membalas, masih dengan riak berpuas hati. Haha, padan muka awak, Rifqi!



"Hanis. Bukan �saya' tapi �Hanis', okey?" jawab Rifqi. Nada suaranya kedengaran sedikit tegas.



Aku mengerling sekilas ke arah Rifqi yang masih lagi menggosok dagunya. Isy, kasihan pula dengan suamiku yang seorang ini. Perlahan aku melepaskan senduk di tangan dan berpaling. Kepalaku didongakkan sedikit, mahu menatap wajahnya. Perlahan-lahan aku mengangkat tangan kanan dan menyentuh dagu itu, mengusap dengan penuh kelembutan.



"Sakit lagi ke?" soalku perlahan.



Rifqi membatu. Hanya hujung matanya yang mengerling ke arahku. Aku mengeluh dalam hati. Alahai, sudah merajuk pulak dah orang tua seorang ni. Sabar jelah aku dengan perangai dia ni.



"Yalah, yalah Hanis abang, okey?" pujukku, lembut. Kali ini tanganku mula mengusap-ngusap pipinya. Mahu memujuk suami yang sedang memendam rasa.



Tanpa disangka-sangka, Rifqi menarik tanganku dan menggenggamnya erat. Sedikit demi sedikit bibir nipisnya menguntum senyuman. Hatiku mula bersorak gembira. Yesss!! Berjaya!! Senang sungguh memujuk dia.



"Coklat kat belakang tu, sayang " Rifiq bersuara tiba-tiba.



Erkk, coklat aku!! Serta-merta aku berpaling. Fuh..nasib baik tak hangus. Kalau tak, mahunya aku makin hati berulam jantung berminggu-minggu. Yalah, ini dahlah kali pertama aku buat coklat aku sendiri. Dah tu, aku nak bagi pada Rifqi pulak tu sebab aku aku sayangkan dia?



Gulp, aku menelan air liur sendiri. Aku sayangkan dia, ke? Cintakan dia, ke? Entahlah, aku sendiri pun tak pasti. Yang aku tahu, dia suami aku yang sah. Dan aku dengan relanya sudah pun berserah padanya, atas rasa tanggungjawab seorang isteri.



"Hmm, nasib baik tak jadi apa-apa. Sayang ni pun, tahulah abang kacak, bergaya, macho "



Aku mencebik saat mendengar setiap patah kata suamiku yang masih enak menempel di belakangku. Perasan sungguh dia!



"Sebab tulah Hanis asyik sangat tengok muka abang ni, sampaikan boleh lupa "



Alahai, bila dia nak berhenti masuk bakul angkat sendiri ni? Ingin sekali aku tolak dia jauh-jauh dan biarkan aku seorang kat dapur ni. Tapi, dia cikgu aku kalau bukan dia yang mengajar aku, macam mana aku nak buat coklat paling best ni?



"Awa..err..abang, dah jangan perasan lagi. Cuba tengok coklat ni, dah okey ke tak?" sampukku selamba. Kalau aku tak buat macam tu, alamatnya sampai ke bila-bila pun aku terpaksa menadah telinga mendengar semua itu.



Muncul kepala Rifqi dari belakangku. Dan dengan lagak serius, dia mengacau coklat di dalam periuk.



"Hmmm, dah cukup likat. Now, masukkan dalam bekas ni dan lepas tu tunggu sejuk." Sedikit tegas, dia mengarahku.



Mendengar nada suaranya yang tegas, disertakan pula dengan wajah seriusnya, aku pula yang bengkak dalam hati. Ala, tak maulah suami strict macam tu, nak yang mengada-ngada tu, yang manja, yang suka merajuk tu



Isy, apa aku fikir ni? Sempat pula fikir macam-macam!



"Okay, done!" ujarku sedikit kuat. Teruja sangat bila melihat hasil kerja kerasku sudah hampir siap. Bukan senang rupanya nak buat coklat sendiri. Nasib baik aku kahwin dengan chocolaterie, tak payah susah-susah buat sendiri, buka mulut je terus dapat coklat sedap! Coklat buatan Rifqi pula tu!



Rifqi tertawa kecil. Ketawakan akulah tu. Nampak sangat kut!



"Memang fanatik dengan coklat, ya?" bisiknya perlahan di hujung telinga.



Aku menjeling dan dengan selamba aku menjawab. "Taklah, Hanis minat chocolaterie kat sebelah ni. Tapi dia suka kacau Hanis, dia suka merajuk, dia suka buat Hanis pujuk dia "



Dan makin kuat pula suamiku meledakkan tawa.




*****



"Ala, nape Hanis punya coklat tak sedap macam coklat abang?" Jauh nada suaraku. Serius sedih sebab coklat aku tidak sesedap coklat Rifqi.



Lebar senyuman di bibir suamiku. Isy, dia ni tak sensitif langsug. Orang tengah sedih, boleh pula dia senyum-senyum macam tu? Sudah tidak betulkah, suamiku sayang??



"Hmm maybe sebab abang lebih sayangkan Hanis, daripada Hanis sayangkan abang? Sebab tu coklat abang untuk Hanis lebih sedap daripada coklat Hanis untuk abang." Masih dengan senyuman yang tersungging di bibir, Rifqi menjawab.



Tersirap darah panas ke wajahku. Dan serta-merta juga perasaan tersinggung muncul dalam hati. Aku tahu dia bergurau..tetapi entah kenapa, terasa sungguh hatiku dengan kata-katanya itu. Ya, walaupun aku sendiri kurang pasti akan perasaanku padanya, namun aku yakin akan satu perkara. Rifqi ada di hatiku.



Jadi kenapa dia mesti mengatakan sayang aku padanya sedikit berbanding sayangnya padaku? Lagi satu, dia sendiri pun tidak pernah mengatakan sayang jauh sekali cinta padaku.



"Hei, kenapa senyap tiba-tiba ni?" soal Rifqi tiba-tiba. Bahuku dicuit sedikit.



Aku hanya mendiamkan diri. Mesti wajahku saat ini mencuka masam mengalahkan mangga hijau. Tapi, aku tidak peduli. Aku memang tengah sedih tengah terasa dengan Rifqi!



Rifqi memegang kedua bahuku sebelum menarikku agar berhadapan dengannya. Lembut dia mengangkat daguku, memaksa aku untuk menentang pandangan matanya. Aku hanya mengikut tanpa reaksi.



"Hanis terasa dengan abang ke?" Lembut dia menyoal. Matanya merenungku lembut dan lunak.



Aku memuncungkan mulut.



"Abang ni nape cakap sayang Hanis kurang? Tak banyak?"



Terlepas ketawa kecil Rifqi.



"So, Hanis sayangkan abanglah ni?"



Spontan aku menampar lengannya. "Tanya lagi!"



"La..dah orang tu tak pernah cakap, abang tanyalah." Rifiq membalas.



"Eleh, abang pun sama...tak pernah cakap pun," bidasku kembali. Yalah, betul apa dia memang tak pernah pun nak meluahkan perasaan ke apa. Dia tak tahu ke aku ni perempuan, isteri dia pula tu aku pun nak juga dengar kata-kata jiwang, kata-kata manis dari mulut dia.



Rifqi tertawa lagi.



Aku mencebik. Isy, dia ni kan kenapalah suka sangat ketawakan aku saat aku marah-marah macam ni?



"Siapa bilang abang tak pernah cakap?" soalnya lembut.



Aku mengerutkan dahi. Eh, memang Rifqi tak pernah cakap dia sayangkan aku. Kalau pernah, confirm aku ingat. Melekat terus dalam otak.



"Tak ingat, ek?" tanyanya lagi. Hujung hidungku dicuit.



"Memang pun. Abang mana pernah cakap." Aku menjawab, sedikit kuat dengan nada tidak puas hati.



"Isy, sayang ni nak kata dah tua, memang taklah. Tapi, macam mana boleh lupa ni? Kena short-term memory loss, ya?" usik Rifqi lagi. Tidak terkesan langung dengan tingkahku yang mula kegeraman.



"Abang ni!" Aku terjerit. Geram! Isy, sabar jelah aku dengan dia ni.



Rifqi ketawa lagi sebelum tiba-tiba meraih aku ke dalam rangkulannya.



"Coklat cinta. Tak ingat ke, sayang?" Lembut dia berbisik di hujung telingaku.



Aku tergamam dalam pelukan hangatnya. Coklat cinta? Macam pernah dengar je. Itu yalah, malam tu! Malam lepas aku terima pinangan dia. Malam dia tiba-tiba mematikan telefon macam tu aje.



"Hanis tahu tak..betapa malunya abang lepas cakap tu? Sebab tulah abang hang up macam tu aje. Mulut abang ni pun kenapalah boleh terlepas cakap?"



Melebar senyuman di bibirku. Aish, sweet pulak suamiku seorang ini. Ingatkan tak romantik langsung.



"Oh, terlepas cakap ek? So, abang tak betul-betul maksudkan kata-kata abang tu?" soalku dengan nada yang dibuat-buat merajuk. Sengaja mahu mengusiknya. Itulah, siapa suruh usik aku sangat?



Rifqi tiba-tiba sahaja meleraikan pelukan dan menolak bahuku, sedikit menjauhi tubuhnya.



"Siapa cakap? Hanis jangan berani nak cakap macam tu." Tegas sekali Rifqi menuturkan kata. Matanya tajam merenungku.



Gulp! Alamak, Rifqi macam marahlah.



"Err Hanis..Hanis "



"Hanis tahu tak, apa yang abang cakap tu betul-betul datang dari hati abang? Maybe Hanis susah nak percaya, tapi..abang memang memang " Kata-kata Rifqi terhenti tiba-tiba. Tangan kanannya mula memicit belakang leher. Wajahnya kulihat sedikit demi sedikit memerah. Aku menahan tawa dalam hati. Alahai, tengah malu-malu ke cik abangku sayang? Comelnya dia.



"Memang apa?" Sengaja aku menyoal. Kening kuangkat tinggi. Nakal!



Rifqi mengecilkan matanya, menundukkan kepala hingga dahinya menyentuh dahiku. "Ini tengah sakat abang ek?"



Aku tersenyum lebar, membalas pandangan matanya yang dekat benar.



"Tak adalah tengah sakat. Hanis tanya betul ni."



"Betul nak tahu?" soal Rifqi, dengan dahi yang masih setia melekat pada dahiku. Sudah seperti kembar siam!



"Betul. 100% betul." Aku menjawab, penuh bersemangat.



Rifqi mendiamkan diri. Hanya matanya yang merenung mataku. Lama. Terkebil-kebil aku cuba membalas. Jantungku mulalah berkocak hebat. Aduh, lemah semangat tengok renungan maut dia.



"Abang memang jatuh hati pada Hanis, waktu pertama kali kita jumpa." Tenang, gemersik dan lembut suara Rifqi menjamah telinga. Kemudian dia mengangkat kembali kepalanya dan menyandar pada kabinet dapur.



Aku terkaku. Diam tanpa reaksi. Jatuh hati waktu pertama kali jumpa?



"Betul?" soalku akhirnya. Perlahan.



Rifqi menggigit bibir. "Err abang tipu."



Dapat kurasakan mulutku yang mula melopong. Dia tipu? Maksudnya dia tak jatuh hati pada akulah?



"Isy, janganlah terkejut macam tu sekali. Masuk lalat dalam mulut tu nanti." Selamba Rifqi bersuara, dengan sengihan di bibir.



"Abang ni!" Aku terjerit.



"Hei, janganlah sedih macam tu sekali. Isy, sayang sangat dengan abang rupanya isteri abang seorang ni," sakat Rifqi lagi. Tangannya mula menarik aku ke arahnya. Mahu tak mahu, aku mengikut dengan muka yang sengaja dikelatkan.



Lembut Rifqi memegang pipiku.



"Abang tak tahu bila masanya abang jatuh hati pada Hanis. Maybe waktu Hanis tunjukkan pamphlet tu, maybe waktu Hanis pegang hujung baju abang or maybe waktu Hanis menjerit tiba-tiba tu "



Menyerbu rasa malu ke pipiku. Isy, part aku menjerit dan pegang hujung baju tu jugalah yang dia ingat. Malulah!



"Tapi, yang pastinya waktu Hanis tengok abang masa Hanis tarik baju abang tu, hati abang mula rasa lain macam. Sebab tulah, abang dengan selambanya boleh ajak Hanis kahwin. Memang terkeluar terus perkataan kahwin dari mulut abang."



Aku tersenyum manis. Hangat sungguh hatiku dengan pengakuannya. Jadi keputusannya itu memang bukan kerana ibu bapanya semata-mata, tetapi kerana hatinya juga.



"Abang tahu Hanis rasa terkejut, mesti rasa abang ni gila, kan?"



Pantas aku mengangguk. "Memang betul pun."



Terlopong mulut Rifqi sebelum akhirnya menjatuhkan tangannya yang sedari memegang pipiku. Kemudian dia menarik hidungku.



"Perlu ke setuju tadi?"



Aku tergelak sambil menggosok hidungku. Rifqi ni sesuka hati je tarik hidung aku!



"Tapi, kenapa Hanis setuju?"



Tersentak aku dengan soalannya yang tiba-tiba. Tergamam buat seketika. Yalah, kenapa ya aku boleh bersetuju? Takkanlah hanya kerana aku mahu belajar macam mana nak buat coklat deripadanya? Ah, mustahil! Aku bukan jenis yang akan memperjudikan nasibku, menyerahkan diriku pada seorang lelaki hanya kerana sebab sebegitu.



"Kenapa?" Rifqi menyoal lagi. Lembut.



Aku menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya mendekati suamiku dan mengambil tempat di sebelahnya. Sama-sama menyandar pada kabinet dapur. Perlahan aku memeluk lengan Rifqi dan menjatuhkan kepalaku ke sisi bahunya.



"Eh, nak bermanja pula dia."



Tersenyum aku mendengarkan komen Rifqi. Namun aku tidak mempedulikannya sebaliknya aku mula besuara perlahan. "Entahlah, Hanis sendiri pun tak tahu kenapa Hanis boleh setuju macam tu aje, sedangkan sebelum ni kalau ada yang cakap macam tu, confirm kena penampar siam Hanis "



Jelas kedengaran di telingaku bunyi Rifqi yang tergelak kecil. Aku melebarkan senyum. Suamiku ini suka sangat gelakkan aku. Lucu sangat ke aku ni?



"Tapi maybe apa yang abang cakap tu buat hati Hanis macam tak mampu tolak abang," sambungku lagi.



"Apa yang abang cakap?"



Aku mengangguk. "Yang mungkin Hanis adalah jodoh yang Allah hantar pada abang. Masa tu elok-elok aje Hanis nak marah abang, boleh terus diam."



Rifqi menoleh tiba-tiba.



"Oooo, masa tu ada hati jugalah nak bagi penampar siam kat abang ya?"



Aku tersengih. "Opps.."



Meledak tawa Rifqi.



"Isteri abang ni ganasnya dia!" jerit Rifqi di sebalik sisa tawanya.



Pantas aku menyiku perut Rifqi. "Abang!!"



Lagi kuat pula ketawa Rifqi, seolah-olah tindakanku menyikunya tiada kesan langsung. Tidak sakitkah wahai suamiku?



"Thanks tau, sebab setuju masa tu. Kalau tak, tak tahulah apa abang patut buat." Rifqi bersuara setelah tawanya mati.



"Abang kenalah tackle Hanis. Buat macam orang lain buat tu " Aku menjawab selamba.



"Eh, tak naklah!" balas Rifqi pula.



Aku mendongak ke arahnya dengan kerutan di dahi.



"Kenapa tak nak?" Aku menyoal bersama nada tidak puas hati. Yalah, cakap suka kat aku kenapa pula tak nak cuba mendekati aku? Mengurat aku?



Rifqi mengerling sekilas padaku dan dengan lagak penuh selamba, dia menjawab. "Tackle macam tu tak best."



"Kenapa tak best?" soalku kembali. Masih sedikit geram padanya.



Tidak semena-mena Rifqi meraih aku ke dalam pelukannya, membawa aku rapat kepadanya.



"Apa yang bestnya cuba mengurat perempuan yang tak halal bagi abang? Abang tak boleh buat apa-apa pun pada dia " bisik Rifqi di hujung telingaku.



Menyerbu darah panas ke pipiku. Rifqi ni kan



"Abang tak boleh sentuh dia .abang tak boleh "



"Abang! Dah, jangan cakap apa-apa lagi," sampukku seraya menampar dadanya. Dia ni, kalau tak dihalang, entah apa yang akan keluar dari mulut tu.



Rifqi meleraikan pelukan tiba-tiba, namun kedua-dua tangannya masih setia melekat di sisiku.



"Betul apa bang cakap ni, kan? Kalau tackle Hanis masa tu, abang tak boleh buat macam ni "



Dan perlahan dia mengucup pipiku lembut. Aku terkedu buat seketika sebelum akhirnya menguntum senyuman di bibirku. Alahai, sweet sungguh suamiku yang seorang ini. Manis sekali! Manis macam coklat yang biasa dia hasilkan.



Tetapi .manis lagi cintanya padaku!




*******



Kata Sara Aisha: Cinta itu adalah suatu perasaan yang unik, yang merupakan anugerah daripada Allah buat kita, manusia biasa. Dia boleh menitipkan rasa cinta itu ke dalam hati kita cuma dalam masa sesaat saja. Ya, cuma sesaat!



Dan kalau Dia mengatakan bahawa cinta itu takkan ada dalam hati, walau sepuluh tahun sekali pun kita mengenali seseorang itu, takkan mungkin kita akan jatuh cinta padanya.

*Copy&paste..hehe